Gunadarma University

Rabu, 02 Oktober 2013

Yuk Peduli Anak Autis!

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth

(Foto: Radian/detikHealth)

Jakarta, Keberadaan anak-anak dengan spektrum autisme mungkin sudah bisa diterima di masyarakat. Tapi, masih banyak juga orang-orang yang kurang memahami bagaimana anak-anak dengan spektrum autisme.

Oleh karena itu, Yayasan Autisme Indonesia (YAI) menggelar Kampanye Autisme, AUTIZMAZE yang diselenggarakan di Epicentrum Walk, Jl.HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, dari tanggal 28 September hingga 30 September 2013.

"Saya rasa kesadaran masyarakat terhadap anak-anak autisme sudah oke. Jadi tugas kita adalah memberi pemahaman kepada mereka," tutur Ketua YAI dr Melly Budhiman, Sp JK, dalam sambutannya di Epicentrum Walk, Jl.HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2013).

Menurut dr Melly, anak dengan autisme biasanya memiliki tiga kriteria gejala inti yakni gangguan di bidang komunikasi dua arah, gangguan dalam interaksi sosial timbal balik, serta gangguan perilaku di mana anak biasanya cenderung seenaknya sendiri seakan punya dunia sendiri

Jika gejala tersebut terjadi saat anak di bawah tiga tahun, berarti dia memiliki punya sindrom spektrum autisme. Anak dengan autisme juga memiliki kepekaan panca indera, pola pikir dan perasaan berbeda dengan orang lain.

"Gangguan penginderaan seringkali terjadi pada anak autis, tapi tidak semuanya. Misalnya anak yang dibawa ke ruangan terang, lampu neon buat kita oke, tapi untuk anak yang penglihatannya tajam, berkelap kelip maka ia teriak-teriak," tutur dr Melly.

"Tapi anak-anak dengan kekurangannya punya beragam kelebihan. Mereka punya bakat yang luar biasa, bisa berupa puisi, lukisan, atau performance mereka. Itulah mengapa anak autis itu unik," imbuh dr Melly.

Sementara itu, Ferina, Koordinator Parent Support Group berbagi pengalamannya di mana anak kedua Ferina yang berusia 19 tahun mengalami sindrom individu autistik. Ia mengatakan bahwa masyarakat sering menganggap selama ini anak autis mempunyai kelainan.

"Makanya kita harus paham dunia mereka seperti apa. Apa yang ada di diri anak autis. Pengalaman saya, indera perasa Wisnu sangat sulit. Maka saya berhenti dari karir saya untuk merawat dia. Sekarang banyak orang anggap perawatan anak oleh dokter atau terapi sudah cukup. Tapi kita sebagai orang tua harus tahu kepekaan indera pada anak kita," jelas Ferina.

Dulu, Ferina mengetahui putranya sudah bisa mengenal huruf dari guru TK-nya. Setelah itu, ia membuat tulisan-tulisan untuk membantu Wisnu bisa membaca.

"Penemuan seperti itulah yang bisa kita lakukan sebagai orang tua untuk mengatasi kepekaan indera mereka. Dengan memahami anak dengan autisme, kita bisa menggali panca indera dan kepekaan mereka dan itu akan timbul bakat yang bisa digali hingga ada potensi yang luar biasa dari anak autisme," jelas Ferina.

Pada awal acara, hadir juga salah satu individu spektrum autisme, Anjuan Siahaan (19) yang kini menjadi mahasiswa Institut Musik indonesia jurusan Performance. Juan mengatakan ia sengaja memilih musik sebagai jurusannya karena sejak kecil ia suka mendengar musik dan melihat video klip. "Musik itu hidup saya," ujar Juan.

"Usia dua tahun saya didiagnosis autis, dikasih terapi macam-macam. Sempat sekolah SD sampai SMP di sekolah yang normal dan sering rangking juga. Waktu itu temen saya suka ngeledek. Perasaan saya ada yang sedih tapi tetap kuatlah. Yang paling jaga semangat saya terutama orang tua dan teman-teman," cerita remaja yang gemar pelajaran IPA dan IPS ini.

"Pesan saya autisme bukan hal yang menakutkan tapi sesuatu yang harus dipedulikan dan diterima sewajar-wajarnya, contohnya saya yang dulu didiagnosis, diterapi dan akhirnya bisa jadi seperti teman-teman yang lain, optimis!" kata remaja yang bercita-cita ingin jadi orang yang mandiri dan jadi musisi go internasional ini dengan penuh semangat.

Opini:
Mungkin banyak orang-orang yang belum mengerti autisme, menganggap penyandang autisme sama dengan orang yang memiliki gangguan jiwa. Itu tidak benar! Penyandang autisme tetaplah manusia normal, namun terlahir dengan sistem saraf yang sedikit terganggu. Namun, gangguan kecil ini saya rasa tidak akan berarti jika ia didukung penuh oleh orang tua & orang-orang yang berada di sekitarnya. Orang tua dari anak penyandang autisme harus lebih sabar untuk merawat & harus terus menyemangati kemampuan sang anak. Saya yakin anak penyandang autisme dapat berprestasi layaknya anak-anak normal yang lain.
Setelah mengetahui hal ini, saya harap masyarakat Indonesia lebih peka & memahami perilaku anak penyandang autisme. Mari kita peduli terhadap autisme & dukung penuh kemampuan mereka!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar