Suara
sirine mobil polisi dan mobil jenazah seakan saling bersahutan di gudang tua
malam itu. Petugas menemukan sesosok mayat pria paruh baya tergeletak bersimbah
darah dengan organ dalam yang sudah tidak ada lagi. Garis polisi-pun telah
dibentangkan untuk menyegel tempat kejadian perkara (TKP) agar TKP tersebut
tidak dapat dimasuki orang-orang yang berada di luar kepentingan kasus ini. Ini
merupakan kasus ke-sembilan yang terjadi di kota Celia dan polisi masih belum
bisa memastikan siapa pelaku dan apa motifnya. Nampak banyak warga berkerumun
di balik garis polisi menyaksikan dari kejauhan dan tergambar kecemasan di
wajah mereka. Mereka khawatir karena pelaku masih bebas berkeliaran di luar
sana dan bisa saja sewaktu-waktu mereka atau salah satu anggota keluarga mereka
menjadi korban berikutnya.
Para
pencari berita pun juga sibuk mengambil gambar dari peristiwa keji yang terjadi
malam itu. Mereka kemudian melontarkan pertanyaan kepada Komandan Reyhan,
kepala polisi kota Celia yang turut hadir juga meninjau langsung TKP tersebut.
“Tidak perlu cemas. Kami sebagai polisi berupaya maksimal untuk menjaga
keamanan warga di kota ini. Hingga saat ini, kami menyimpulkan bahwa jenazah
merupakan korban pembunuhan disertai pencurian organ dalam tubuh. Kami akan
mengusut tuntas kasus ini dan segera menangkap pelaku”, begitulah pernyataan
yang dikeluarkan sang komandan sembari berlalu pergi menembus kerumunan
wartawan.
Berita
ini pun kembali menjadi topik utama setelah menyebar luas di berbagai surat
kabar dan televisi. Dikarenakan pelaku selalu memilih tempat yang jauh dari
keramaian dan tidak terpasang CCTV, maka ia dapat melancarkan aksinya tanpa
meninggalkan jejak sedikitpun. Banyak kriminolog berpendapat bahwa pelaku ada
kemungkinan terlibat dalam sindikat perdagangan organ tubuh manusia. Namun,
pendapat seperti ini diragukan oleh Juno Sagara yang merupakan seorang detektif
muda berkelas internasional. Nama Juno Sagara sendiri hanyalah identitas palsu
yang digunakannya, tidak ada seorang pun yang tahu nama asli detektif
“bayangan” ini. Juno mendapat julukan detektif “bayangan” karena kerap kali menjadi
aktor utama dibalik panggung ketika polisi menangani kasus yang sulit
dipecahkan hingga pelaku dapat ditangkap dan diadili.
Ia
menduga ini bukan kasus pencurian organ tubuh manusia seperti yang disangka-sangka
banyak orang. Ia berpikir bahwa sangat sulit rasanya pelaku untuk mampu
membunuh seseorang dan mengambil organ dalam tubuhnya dalam waktu yang singkat.
Lagipula, organ tubuh yang kurang berharga untuk diperdagangkan seperti usus
manusia juga raib diambil pelaku. “Ada yang janggal”, gumam Juno. Merasa
keamanan warga kota Celia terancam, Juno menawarkan bantuan kepada polisi
setempat untuk memecahkan kasus ini. Komandan Reyhan pun pun menerima tawaran
bantuan dari Juno dengan syarat Juno harus merahasiakan segala penyidikan
tentang kasus ini dan menyerahkan pelaku jika tertangkap kepada pihak polisi.
Tanpa
pikir panjang, Juno pun menyanggupi persyaratan tersebut karena menurutnya
keselamatan warga kota Celia menjadi prioritas utama. Juno segera mengolah TKP
8 kejadian sebelumnya dan waktu terjadinya pembunuhan tersebut. Dengan daya
nalarnya yang sangat tinggi, ia menyadari ada sesuatu yang sama di seluruh TKP
pembunuhan hingga pada kasus yang terakhir kali. Selain pembunuhan selalu
dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian, ternyata di sekitar TKP selalu
terdapat gorong-gorong besar. Berangkat dari hal ini, Juno berpikir bahwa besar
kemungkinan bahwa sebenarnya pelaku tidak kabur terlalu jauh ketika baru
selesai melancarkan aksinya, melainkan kabur lewat gorong-gorong besar sekitar
TKP.
Menyadari
hal ini, Juno melaporkan perkembangan penyidikan kasus ini kepada Komandan
Reyhan. Beliau pun menanggapi dingin hasil penyidikan Juno. Ia berdalih tidak
mungkin pelaku kabur ke gorong-gorong besar karena jejak dari pelaku pasti akan
nampak jika memang benar pelaku kabur dan masuk ke dalam gorong-gorong tersebut.
Di saat mereka sedang panas mendebatkan pendapat masing-masing, kantor polisi
mendapat laporan bahwa terjadi lagi pembunuhan disertai pencurian organ tubuh
di belakang kafe pinggir kota yang masih tutup siang itu. “Apa? Siang-siang
begini? Nekat sekali dia! Segera terjunkan personel dan amankan TKP!”, perintah
sang komandan kepada bawahannya. Juno pun segera berlari menuju mobilnya dan
menyiapkan senjata yang telah ia simpan di bagasi.
Setibanya
di TKP, polisi lagi-lagi dibuat gigit jari karena CCTV di belakang kafe tersebut
sedang dalam kondisi mati. Korbannya kali ini adalah seorang wanita muda. Juno
yang baru tiba menyusul ke TKP langsung berinisiatif mencari sebuah
gorong-gorong besar di sekitar TKP tersebut. Benar saja ia lagi-lagi menemukan
sebuah gorong-gorong besar yang dimaksud. Ia kemudian menyiapkan amunisi untuk
senjatanya dan meminta bantuan 4 polisi untuk mengawalnya melalukan penelusuran
ke dalam gorong-gorong tersebut, sementara polisi yang lain melakukan
pengamanan perimeter di TKP tersebut.
Setelah
menelusuri cukup dalam gorong-gorong tersebut, sampailah mereka pada
percabangan 2 arah yang membagi arah pembuangan air. “3 orang, ambilah jalan di
salah satu percabangan ini. Aku hanya perlu 1 orang untuk mengawalku di jalan yang
tersisa”, perintah Juno dengan berbisik pelan agar pelaku tidak mengetahui
bahwa ia sedang dikejar. Segeralah 3 polisi mengambil jalan sebelah kiri dan
masuk menelurusinya, sementara Juno dan seorang polisi menelusuri jalan sebelah
kanan.
Dengan
diiringi rasa berdebar-debar, Juno melangkah perlahan menapaki jalan yang
tergenang air limbah itu. Tiba-tiba terdengar suara beberapa tembakan meletus
dari sisi seberang. Juno dan seorang polisi yang mengawalnya sangat yakin bahwa
itu adalah suara tembakan yang dikeluarkan dari pistol rekannya. Mereka berdua
berlari kembali ke depan percabangan yang memisahkan mereka dan segera mengejar
suara tembakan tersebut. Betapa terkejutnya mereka setelah menemukan 2 rekan
polisi tadi telah tewas bersimbah darah dengan penuh luka sobek di sekujur
tubuhnya, sementara seorang lagi dalam posisi sekarat.
“Hati-hati
Jun... Dia... bukan... manusia...”, ucap polisi yang sekarat itu dengan nafas
yang pendek karena menahan sakitnya luka di tubuhnya. Juno tertegun sebentar
mendengar ucapan polisi tersebut. Ia tak percaya kalau ternyata pelaku
pembunuhan keji ini adalah sesosok makhluk bukan manusia. “Hei! Bertahanlah!
Kau, cepat laporkan kepada yang lain dan minta bantuan medis secepatnya!”,
perintah Juno kepada seorang rekan polisi yang tadi mengawalnya. “Tekan
lukanya, jaga dia sampai bantuan datang. Aku akan mengejar makhluk itu”, lanjut
Juno sambil berlari pergi mengejar makhluk yang ternyata bukan manusia itu.
Tak
jauh ia berlari, ia akhirnya melihat secara langsung makhluk itu. Makhluk
tersebut memiliki tinggi sekitar 2 meter, muka yang buruk rupa dengan gigi
besar tajam meruncing, pundak dan tangan yang besar dilengkapi cakar tajam pada
jarinya, serta sayap yang terlihat terluka dengan banyak lubang bekas tembakan
peluru. “Pantas saja ia mampu membunuh tanpa meninggalkan jejak, ia mampu
terbang selama ini”, gumam Juno. Dengan cekatan Juno langsung menembak mengarah
ke kepala makhluk tersebut. Namun sayang, tembakan tersebut dapat ditahan
dengan tangan besar makhluk tersebut. Pertarungan antara detektif “bayangan”
dengan makhluk kegelapan tersebut pun tak dapat dielakkan. Mereka saling
berbalas serangan, Juno menembak dengan kedua pistol di tangannya sementara
makhluk tersebut berusaha menyerang Juno dengan cakarnya. Hingga akhirnya Juno
pun dibuat kewalahan, lengah lalu tercakar lengannya dan mendapatkan luka sobek
yang cukup dalam.
Juno
kehabisan peluru! Namun, ia masih menyimpan sebuah senjata pamungkas di balik
sepatu bootnya berupa pisau belati yang telah ia lapisi racun yang berdosis
tinggi. Makhluk itu mengira Juno telah menyerah, kemudian segera berlari menuju
Juno bersiap menerkamnya. Tapi, Juno yang memang berniat memancing makhluk itu
untuk menyerang kemudian melompat menghindari terkaman makhluk itu dan
menusukkan pisau belati tersebut tepat di leher belakang makhluk tersebut.
Makhluk itu nampak mengerang kesakitan sambil melepas pisau belati yang
menancap di lehernya. Juno pun nampaknya sudah pasrah mengakhiri pertarungan
jika serangan pamungkasnya tak berhasil membunuh makhluk itu. Namun, ternyata
racun tersebut mulai bereaksi! Makhluk tersebut walaupun berhasil berdiri kembali,
tapi tampak berjalan sempoyongan tak tentu arah karena terpengaruh racun
tersebut. Hingga pada akhirnya makhluk tersebut terjatuh kembali dan tak
sadarkan diri.
Juno
pun kemudian berjalan perlahan ke arah makhluk itu dan memastikan bahwa makhluk
itu sudah mati. Juno yang juga kesakitan mendapatkan luka sobek di tangannya
lalu duduk bersandar di dinding dalam gorong-gorong tersebut sambil membakar
sebatang rokok. Tak lama kemudian, bala bantuan dari polisi dan tim medis
datang walaupun terlambat. Juno Sagara, seorang detektif muda yang mendapat
julukan detektif “bayangan” berhasil mengalahkan makhluk kegelapan pemangsa
manusia itu! Sekali lagi ia berhasil memecahkan kasus besar yang cukup rumit
dan berada di luar nalar manusia.
3
minggu telah berlalu sejak hari itu. Entah makhluk ini merupakan makhluk luar
angkasa atau bukan, yang jelas makhluk inilah yang telah memangsa manusia dan
memakan organ dalam tubuh korbannya. Begitulah kesimpulan yang diambil dari
pihak kepolisian setelah melakukan otopsi pada makhluk tersebut. Namun, pihak kepolisian lewat Komandan Reyhan lebih memilih
menutupi kebenaran peristiwa ini dan membuat pernyataan palsu kepada publik
bahwa pelaku memang benar merupakan seorang sindikat dari perdagangan organ
tubuh manusia dan telah berhasil ditembak mati di tempat. Hal ini dilakukan
demi meredam kehebohan publik jika mengetahui kebenarannya. Juno pun nampak
tersenyum melihat berita palsu yang tersebar luas di berbagai media informasi.
Baginya, tak mengapa orang-orang di luar sana harus termakan kebohongan
tersebut asalkan kecemasan tak nampak lagi pada raut wajah mereka. Mereka juga
tidak perlu tahu, bahwa detektif Juno Sagara lah “bayangan” kota Celia yang
telah menjadi pahlawan bagi warga kota itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar