Akhir-akhir ini kasus kejahatan di Indonesia semakin meningkat, terutama kasus kejahatan seksual. Pelakunya tergolong biadab karena korbannya tidak hanya wanita dewasa, bahkan hingga anak-anak. Ironisnya, dari segelintir kasus kejahatan seksual yang terjadi terdapat juga pelaku yang masih anak-anak. Miris rasanya ketika mendengar kabar bahwa anak-anak seusia mereka yang seharusnya masih polos bermain dengan teman-temannya dan belajar untuk sekolahnya, justru malah terlibat dalam perbuatan keji seperti itu. Saya rasa ini merupakan dampak kurangnya andil orang tua dalam mengawasi dan mengajarkan moral terhadap anak-anak mereka. Selain itu, pelaku kejahatan seksual juga rata-rata orang terdekat korban. Lantas, mengapa kejahatan seksual akhir-akhir ini semakin meningkat?
Menurut saya faktor utamanya adalah lemahnya sanksi yang tidak membuat efek jera sehingga kasus kejahatan seksual terulang kembali. Maka dari itu, pemerintah sedang menggodok Perppu sanksi kebiri untuk pelaku kejahatan seksual. Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sujatmiko, mengatakan hukuman pokok dan hukuman tambahan menjadi dua hal utama dalam draf Perppu sanksi kebiri. Draf tersebut juga mengatur hukuman seumur hidup dan hukuman mati sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual.
Banyak tanggapan dari masyarakat yang menyayangkan hukuman seumur hidup juga masih terlalu lemah bagi pelaku kejahatan seksual. Mereka berpendapat bahwa hukuman mati adalah yang paling layak dijatuhkan kepada pelaku-pelaku biadab itu. Namun, ada hal yang bagi saya cukup menggelitik dan patut untuk disoroti. Mereka yang beranggapan bahwa hukuman seumur hidup masih terlalu lemah efek jeranya ternyata salah beranggapan tentang hukuman ini. Ada yang beranggapan bahwa hukuman seumur hidup itu berarti pelaku dihukum sesuai dengan umur pelaku saat ini. Jadi misalkan saat ini pelaku berumur 15 tahun, maka pidana kurungan yang dijatuhkan pun juga 15 tahun. Lantas apakah penafsiran ini benar?
Foto: Tribun News |
Mari kita menelaah penafsiran hukuman seumur hidup dengan benar. Mengenai penafsiran pidana seumur hidup, yang dimaksud adalah satu dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Selengkapnya, pasal 12 ayat (1) KUHP berbunyi, pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Dalam pasal 12 ayat (4) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Dari bunyi pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa hukuman penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.
Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, maka yang demikian menjadi pidana penjara selama waktu tertentu. Contohnya, jika seseorang dipidana penjara seumur hidup ketika dia berusia 21 tahun, maka yang bersangkutan hanya akan menjalani hukuman penjara selama 21 tahun. Hal itu tentu melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (4) KUHP, di mana lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana - yaitu 21 tahun - melebihi batasan maksimal 20 tahun.
Jadi, yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang dijalankan sampai berakhirnya usia/meninggalnya terpidana yang bersangkutan. Menurut saya, hukuman seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual juga akan mampu menimbulkan efek jera karena pelaku harus menjalani sisa hidupnya di dalam penjara tanpa bisa berinteraksi dengan masyarakat umum. Jadi, setelah mengetahui penafsiran pidana seumur hidup yang benar, semoga Anda tidak keliru lagi dalam menafsirkan hukuman ini.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar